Friday, June 15, 2007

Yunita-Taufan


Berawal dari niat yang tulus dan suci untuk melaksanakan perintah Allah SWT. dan Sunnah Rosulullaah SAW, agar mandirikan keluarga yg sakinah dan keturunan yang Shalih...

Pulang dari Pantai Jauh ~ Noor S.I

Putih hati di putih tiang kapal kandas
pecah kabut di haluan diri akan angin di pantai
putih hasrat seputih melati di tapal batas
ketika kembali antara perhitungan hampir selesai

Putih hati seputih tiang bendera di gunung
pecah piala di tangan berisi anggur dan racun
putih langkah seputih bintang di awan lembayung
kita kembali bertemu dan membakar mercun

Kembali kita di pulau berpimpin jari menari
warnakan langit sepi di tinggian hati menyanyi
kembali kita pulang menjunjung kehormatan peribadi
di ambang pintu terbuka di mana bonda tenang menanti

Kembang berkembang di taman putera-puteri berseloka
dendang berdendang kita di penamatan cerita duka

~ Noor S.I

Dipetik dari Rakaman Roh


"...sun sesuwun ing Gusti Kang Maha Agung
sinungga kamulyan ing awal tumeking akhir, putra - putri kang mangesti marang garwa..."


Jauzi Fil Qolbi


Bermimpilah,
sebab harapan akan memberi hidup

Berkaryalah,
sebab seni akan memberi makna

[Naga belajar . . . sampai menutup mata]


08. Filosofi Papi

Bagaimanapun kerasnya Papi mendidik kami, saya menikmati keberadaan saya sebagai anaknya. Buat saya, Papi adalah figur lelaki sejati. Punya prinsip dan berani.

Pekerjaan Papi menangani berbagai proyek pembangunan membuat Papi sering turun ke lapangan. Proyek jembatan dan waduk menjadi tugas yang paling sering diembannya. Sore hari, Papi biasa mengajak saya dan Joris keliling Jakarta melihat-lihat proyek yang sedang digarap. Mobil kami saat itu sedan Chevrolet tahun 1948, warna hitam.

Di depan kami Papi memperlihatkan kewibawaan sebagai pimpinan proyek. Ia sama sekali bukan orang yang gampang disuap, apalagi membiarkan sesuatu tak beres. Menurut cerita Mami, ada banyak sekali pemasok bahan bangunan atau pemborong yang berniat menyogok Papi. Boro-boro dilayani, menghadapi orang seperti ini Papi malah membentak-ben...

Saat berkunjung ke lokasi proyek, kami sering jadi saksi mata keangkeran. Melihat bangunan dengan material murahan atau bentuk jembatan yang tidak sesuai permintaan Papi tanpa tedeng aling-aling menyuruh sang mandor untuk membongkar dan membangun ulang!

Saya sering tak tega melihat itu. “Kasihan, Pi, udah capek-capek bikin.” Papi hanya menjawab singkat, “Nggak ada tanggung jawab yang boleh kompromi dengan ketidakberesan!”

Namun, di balik kekerasannya, Papi menunjukkan tanggung jawab yang besar. Bukan sekali dua kali, bila hujan deras turun, Papi langsung menyambar kunci mobil untuk memeriksa bendungan dan jembatan. Saya dan Joris kerap juga diajak. Di lokasi proyek, saya melihat Papi berhujan-hujan memandangi air yang meninggi. Kalau ada ketidakberesan, wajahnya tidak bisa menyembunyikan perasaan sedih dan bersalah.

Pada para mandor dan pekerja yang loyal dan dedikatif, Papi juga menunjukan sikap sahabat. Tak jarang ia mengajak makan bersama dan nongkrong di proyek tak ubahnya para pekerja.

Bagi saya, Papi adalah pribadi pemimpin yang benar-benar hebat! Dengan cara dan teladannya, ia sukses menyematkan banyak filosofi pada anak-anaknya. Saya tahu bahwa hidup tidak bisa dianggap main-main dari apa yang dipercontohkan Papi. Satu kalimat Papi yang terngiang dan amat memengaruhi cara berpikir saya terhadap karier saat ini. “Sekali kamu memilih satu profesi dalam hidupmu, jadikanlah itu membuatmu dihargai orang.”


[bersambung . . . ]

Flag Counter

free counters